Arini meraih ponselnya, ia membaca semua pesan yang masuk dari ketiga sahabatnya, juga dari Fathan. Rin, aku tidak tahu apakah suatu kebenaran apa yang dikatakan Om Abi, kalau dia adalah suamimu. Tapi, yang aku tahu dengan pasti Rin, tidak ada yang berubah pada hatiku.
Aku masih tetap mencintaimu, mengharapkanmu. Entah kenapa ada keyakinan dalam hatiku, kalau pernikahan kalian, bukanlah pernikahan sebagaimana mestinya sebuah pernikahan yang didasari cinta. Aku akan tetap berusaha mendapatkan cintamu Rin...Aku cinta kamu Rin... sangat mencintaimu. Itu pesan dari Fathan Effendi. Arini terdiam sesaat. ‘Kak Fathan, ingin... ingin sekali aku membalas cintamu,
andai aku bisa.
Tapi sayangnya, hatiku sudah terjerat pada
orang lain, maafkan aku, KakFathan,’ batin Arini.
Dibuka pesan dari sahabat-sahabatnya. Semua
menanyakan tentang kebenaran dari pengakuan Om Abi
semalam.
Apa benar Om Abi suami Arini?
Kenapa Arini tidak pernah bercerita?
Seperti apa sebenarnya pernikahan mereka?
Arini menghela nafas, tidak ada niat untuk membalas
pesan dari mereka. Diletakan ponsel di atas meja. Lalu ia
berjalan menuju lemari.
Arini mengambil satu kaos oblong
Abi dari dalam lemari.
Arini masuk ke dalam kamar mandi, ia mencuci
dalamannya, pikirnya biarlah hari ini pakai baju tanpa
dalaman, toh dia sendirian di sini.
Setelah mandi, Arini
menghabiskan waktunya di depan televisi.
0 comments