Part 21Cemburu
Arnita, dan Abi duduk berhadapan di sofa
ruangan kantor Abi.
“Sudah sangat lama ya, Bi, kita tidak bertemu.” Arnita menatap wajah Abi.
“Iya, Mbak. Terakhir bertemu waktu resepsi
pernikahan, Mbak. Mbak sudah dikarunia berapa putra, dan putri, Mbak. Pasti sudah besar-besar ya?”
“Cuma satu putra, Bi. Apa kabar orang tua, dan kakak-kakakmu?”
“Alhamdulillah baik, Mbak. Mbak, dan keluarga sendiri bagaimana?”
“Baik, Bi. Tapi, suamiku, Faezal Effendi sudah meninggal.”
“Innalillahi wa innailaihi rojiun, jadi Mbak cuma tinggal berdua dengan Fathan?”
Arnita menatap wajah Abi.
“Kamu tahu Fathan, Bi?”
Abi mengangguk.
“Fathan satu kampus dengan istriku,” jawab Abi.
“Arini Artaputri, putri dari Arta, dan Airin, iya kan, Bi?”
“Mbak tahu?” Tanya Abi heran.
“Karena hal itulah aku datang ke sini, Bi.”
“Maksud mbak?”
“Bi ... Fathan dia.... “
“Mencintai Arinikan, Mbak?” Pertanyaan Abi
membuat Arnita terperangah.
“Kamu sudah tahu, Bi?” Tanya Arnita.
Abi mengangguk.
“Aku tahu, Mbak. Aku minta Arini sebisa mungkin
menjauhi Fathan, bukan karena aku ingin menutupi
hubungan persaudaraan mereka. Aku hanya takut Om
Arman, ayah Mbak akan melaksanakan sumpahnya, aku
harap, Mbak bisa mengerti.”
Untuk Melanjutkan Ceritanya, Silahkan Klik Link atau Lihat Video di Bawah ini...⬇️⬇️
https://youtu.be/XtjyzVtmyh8
Part 20 Om Ganteng
Abi memejamkan mata sesaat, begitu melihat
pemandangan dari sesuatu yang menggantung indah di dada Arini. Juga merasakan bawah perut Arini yang menggesek lembut kulit perutnya.
“Apa, Om yang menggantung?” Tanya Arini penasaran.
Kedua tangan Abi meremas lembut buah dada Arini.
“Buah yang menggantung dengan indah di batang pohon yang juga indah, Arini,” jawab Abi.
“Buah dada maksud Om?” Tanya Arini bingung. Abi bangun dari rebahnya tanpa menurunkan Arini dari atas tubuhnya.
Tubuh Arini hanya dimundurkan sedikit dari perutnya.
Kepala Abi tenggelam di atas dada Arini.
Tiba-tiba Arini terjengkit kaget, tubuhnya diangkatnya ke atas sedikit dari pangkuan Abi.
“Kenapa?” Tanya Abi.
“Ularnya, Om, bergerak-gerak, lapar barangkali ya, Om,” katanya polos.
Abi tidak dapat menahan tawa.
“Iya dia lapar, ingin makan kamu, Arini,” jawab Abi.
“Iih... Om genit!” Arini memukul bahu Abi dengan
bibir manyun.
“Arini harus tanggung jawab buat memberi dia
makan.”
“Enghhh... kok aku?” rajuk Arini manja.
“Kalau punya Arini masih sakit tidak usah dipaksa, ularnya cukup tahan kok puasa,” kata Abi pelan.
“Om bicaranya begitu terus, aku ingen sekali-sekali
Om itu yang memaksakan maunya Om ke aku,” protes Arini.
“Eeh, aku’kan sudah pernah katakan, untuk urusan
begini, seiklasnya Arini saja,” jawab Abi.
“Kalau begitu terus, aku jadi tidak bisa ngambek-ngambek manja, Om!” Seru Arini.
Untuk Melanjutkan Ceritanya, Silahkan Klik Link atau Lihat Video di Bawah ini... ⬇️⬇️
https://youtu.be/G8B2UPRRY8o
Part 19 Obat Perih
Arini menggigit bibirnya.
Merasakan perih yang luar biasa.
“Om.... “ rintihan kesakitan tidak tertahan, ke luar juga dari mulut Arini. Abi menurunkan kepala. Ia tenggelamkan rintihan Arini ke dalam lumatan bibirnya. Abi mulai menggerakan tubuhnya.
Lama-lama rasa perih bercampur dengan rasa nikmat dirasakan oleh Arini.
Tanpa disadarinya, tubuh Arini juga bergerak
mengimbangi gerakan Abi. Napas mereka berpacu. Peluh mereka menjadi satu.
“Om... aku... Om!” Pekik Arini tertahan.
“Arini,” panggil Abi saat pendakian mereka sampai ke puncaknya bersamaan.
Abi jatuh di atas tubuh Arini.
Napas mereka sama-sama memburu.
“Om ... turun, Om. Berat, lepaskan juga punya Om,
perih,” pinta Arini.
Abi melepaskan juniornya dari tubuh Arini, lalu
turun dari atas tubuh Arini. Ia berbaring miring di sisi
Arini. Diangkat kepala Arini agar rebah di atas lengannya.
Dikecupnya kening Arini.
“Terimakasih sudah memberikan yang terindah
buatku, Sayang,” bisik Abi.
“Om, sakit, perih, berdarah ya, Om, luka ya, Om.
Bagaimana mengobatinnya? Pake obat merah, atau
diapakam, Om. Biar cepet sembuh.... “ gumam Arini.
Abi ingin tertawa pekuan mendengar gumaman Arini.
“Obatnya cuma satu, Sayang,” jawab Abi.
Untuk melanjutkan ceritanya, Silahkan klik link atau lihat video di bawah ini... ⬇️⬇️
https://youtu.be/_-KAnaNP8Cw
Part 18 First Night
“A
rini... Arini Sayang, bangun, saatnya waktu sholat dzuhur.” Abi menggoyangkan bahu Arini.
“Enghhh... sudah dzuhur ya, Om?” Arini menguap.
Abi tertawa.
“Kamu ngiler Arini,” kata Abi sambil mengusap
sudut bibir Arini. Arini menggosok bibir dengan punggung
tangannya.
“Masa sih, Om. Om bohong nih,” rajuknya.
“Tuh, bantalmu basah bekas ilermu,” tunjuk Abi.
“Enghhh... jangan dikatakan, aku malu,” rajuk Arini
sambil meraih bantal bekas dipakainya tidur.
Cup....
Abi mengecup bibir Arini.
“Tidak apa-apa ileran, tetap manis kok rasanya,” gurau Abi.
Wajah Arini memerah karena malu.
“Ayolah kita sholat dzuhur dulu, setelah itu makan
siang.” Abi turun dari ranjang, lalu masuk ke kamar mandi.
Arini ke luar dari kamar Abi, ia masuk ke kamarnya
sendiri, untuk mandi, juga mengambil perlengkapan
sholatnya, dan berwudhu. Saat Arini ingin masuk kembali
ke dalam kamar Abi, ponsel Abi berdering. Abi menerima
panggilan telponnya. Arini menunggu di dekat pintu kamar
Abi.
“Nita.... “ gumam Abi.
“Hallo ada apa, Ta?”
“...”
“Siapa, Arnita wicaksana Effendi?”
“...”
“Ooh ya, buatkan janji untuk besok siang saja ya, Ta.”
“...”
“Ya, ya, besok saya sudah masuk kerja.”
“..”
“Ya, ya, terima kasih, Ta. Selamat siang.”
Abi meletakan ponselnya.
Arini masuk ke dalam kamar Abi. Ia berusaha bersikap
biasa saja, meski rasa penasaran bersarang di dalam
dadanya.
Untuk Melanjutkan Ceritanya, Silahkan Klik Link atau Lihat Video di Bawah ini... ⬇️⬇️
https://youtu.be/Gx9gQaOk_rU
Part 17Hati Yang Berdebar
Melihat Abi tertidur, Arini segera turun ke lantai bawah untuk sarapan. Bik Wati sudah membuatkan bubur untuk Abi.
Selesai sarapan, Arini menelpon Ina untuk
memberitahu ia tidak kuliah hari ini, karena suaminya sakit.
Arini kembali ke kamar dengan membawa semangkok bubur untuk Abi.
Arini membuka pintu, tapi Abi tidak ada di atas ranjang.
“Om, Om!” Arini membuka pintu kamar mandi.
Terlihat Abi bersandar miring di dinding membelakangi
Arini.
“Om, Om sedang apa?” Arini mendekati Abi.
Abi tidak menjawab.
“Eh ... oh, Om pipis, eeh ... aku ke luar dulu,” kata Arini
dengan wajah merona tersipu.
“Arini!” Panggil Abi lemah.
“Ya, Om,” jawab Arini tanpa menengok ke arah Abi.
“Aku lemes, bisa cucikan punyaku tidak?” Tanya Abi
dengan suara lemah.
“Cucikan apanya, Om?” Tanya Arini bingung.
“Ini ... juniorku “ jawab Abi.
“Eeh ... tidak mau, Om.” Kepala Arini menggeleng kuat.
“Ooh ... ya sudah, tidak apa-apa.” Abi berusaha
sekuatnya untuk tidak jatuh, badannya benar-benar terasa
lemas. Dicucinya sendiri juniornya.
Arini menunggunya di ambang pintu kamar mandi.
Abi berjalan pelan ke luar dari dalam kamar mandi.
“Om!”
“Tidak usah dibantu, aku bisa sendiri,” tolak Abi, saat
Arini ingin memegang tangannya.
Untuk Melanjutkan Ceritanya, Silahkan Klik Link atau Lihat Video di Bawah ini... ⬇️⬇️
https://youtu.be/m_WQ82Teh2s
Part 16 Aku Bukan Mamahku
Abi bangun dari rebahnya, sungguh ia tidak
menyangka, Arini akan bereaksi seperti ini.
Diraihnya kepala Arini ke dalam dekapannya.
“Maafkan aku Arini, maafkan aku,” diusap lembut
punggung telanjang Arini.
“Jangan ragukan cintaku, Om. Aku bukan Mamah,
aku.... “
“Sssttt, maafkan aku Arini ... aku yang salah.”
Arini menarik kepalanya dari dekapan Abi.
“Om mengatakan, aku boleh memilih lelaki manapun
untuk aku cintaikan?” Tanya Arini.
Abi mengangguk meski hatinya bingung dengan
pertanyaan Arini.
“Om tahu, aku sudah menjatuhkan pilihanku.”
Abi langsung melepaskan tangannya dari tubuh Arini.
Matanya terpejam, ditariknya napas panjang.
‘Apa yang ingin kamu katakan Arini, baru saja kamu
bilang cinta padaku, lalu sekarang kamu ingin mengatakan
siapa lelaki pilihanmu.... ‘
“Om.... “tangan Arini menangkup wajah Abi. Abi
membuka matanya.
“Pilihanku ... namanya, Abimana Pratama, tapi orang
itu tidak peka, menyebelkan, membuat aku kesal, padahal
umurnya sudah tua, tapi sayangnya aku jatuh cinta sama
orang itu, Om. Orang i... hmmmpppp.... “Abi menyambar
bibir Arini. Direbahkannya tubuh Arini yang setengah telanjang
ke atas ranjang.
Untuk Melanjukan Ceritanya, Silahkan Klik Link Atau Lihat Video di Bawah ini... ⬇️⬇️
https://youtu.be/SCtBAvFflmM
Part 15
Aku Rindu
Abi masuk ke kamarnya, saat di depan pintu
ia sempat melihat ke arah pintu kamar Arini yang tertutup rapat. Abi tidak tahu, kalau Arini tengah marah kepadanya, karena tidak memberi kabar selama seminggu di luar kota.
Abi tidak tahu, betapa kuat usaha Arini agar tak memeluknya, untuk menuntaskan rindu yang ada.
‘Aku rindu ... aku rindu ... tapi aku maraaahhh.... ‘
Abi merasa sangat lelah, kepalanya terasa pusing.
Setelah sholat subuh, ia merasa tubuhnya gemetar.
‘Ya Allah, jangan sampai aku sakit, aku mohon padaMu ya Allah.’
Abi mematikan AC, ia menarik selimut hingga ke lehernya, tapi tubuhnya masih saja menggigil, terasa sangat dingin baginya.
Arini ingin turun untuk sarapan sebelum pergi ke kampus, dilihatnya Bibik, dan dr.Angga baru ke luar dari dalam kamar Abi.
“Pak dokter, ada apa, Bik?” Tanya Arini.
“Non, Mas Abi sakit, badannya gemetar, tapi sudah diperiksa Pak dokter,” kata Bibik.
Hilang seketika rasa kesal, dan marah di dalam hati Arini, saat mendengar Abi sakit.
dr.Angga agak heran karena Arini ke luar dari kamar yang lain, dan tidak bersama Abi di dalam kamar, apa mungkin mereka tengah bertengkar, pikir dr.Angga.
“Suaminya dipeluk, Rin, biar tidak menggigil lagi, pelukan istri obat paling mujarab loh,” gurau dr.Angga, membuat wajah Arini memerah.
“Iya, Pak dokter,” jawab Arini tersipu.
“Aku permisi ya, Rin. Jaga Mas Abinya ya, kalau ada apa-apa telpon saja.”
Silahkan Lihat Video di bawah ini untuk Melanjutkan Ceritanya... ⬇️⬇️
Part 14 Tentang Fathan
Arnita, dan Pramana duduk berhadapan di
ruangan kantor Arnita.
“Bagaimana hasil penyelidikanmu, Pram?”
“Arini Artaputri, usia delapan belas tahun.”
“Ibunya, Pram?”
“Airin Meila Putri Sanjaya.”
“Sudah kuduga,” gumam Arnita.
“Ayahnya?” Tanya Arnita dengan suara bergetar.
“Artaputra wicaksana, adik ibu sendiri,” kata Pram pelan.
“Di mana mereka tinggal sekarang Pram? Aku ingin sekali bertemu mereka,” ujar Arnita dengan suara lirih.
“Maaf Bu, mereka... mereka.... “
“Mereka kenapa, Pram?” Tanya Arnita tak sabar.
“Hhhh... mereka berdua sudah meninggal hampir
tujuh tahun lalu, Bu.”
“Apa?”
“Mereka mengalami kecelakaan, Bu.”
“Ya Allah... Arta... Airin, kenapa begitu cepat kalian
pergi.” Arnita mulai terisak.
“Lalu, tinggal dengan siapa Arini setelah orang tuanya
meninggal?”
“Dia tinggal di asrama khusus wanita di sekolahnya,
Bu.”
“Sampai sekarang?”
Pram menggeleng.
“Sekarang dia sudah menikah, Bu.” Jawaban Pram
bagai bom yang meledak di telinga Arnita.
‘Ya Allah....
Fathan... Arini itu sepupumu sendiri, dan yang paling
menyesakan Arini itu istri orang.... ‘
“Siapa suaminya, Pram?” Tanya Arnita penasaran.
“Siapkan mental, Bu, untuk mendengarnya,” kata
Pram yang tahu benar kisah tiga keluarga.
Silahkan Lihat Video di bawah ini untuk Melanjutkan Ceritanya... ⬇️⬇️
https://youtu.be/oZ_1V2nX3Ks Part 13
Rindu
Abi pov
Aku memejamkan mataku sambil bersandar
di kursi pesawat, dalam penerbanganku ke Sumatera.
Pertanyaan Arini, sangat mengganggu pikiran, dan juga perasaanku.
‘Hhhh ... Arini, kenapa harus kamu tanyakan
pertanyaan yang sebenarnya sangat kamu tahu dengan pasti apa jawabannya?.
Kamu sudah tahu, kalau aku patah hati dengan Mamahmu. Kamu sudah tahu, kalau cintaku selama ini hanya untuk Mamahmu.
Aku mencintainya, sangat mencintainya.
Dia cinta pertamaku, dan aku pernah berharap dialah cinta terakhirku.
Saat aku pergi untuk kuliah ke luar negeri, aku memintanya untuk menungguku, menunggu aku untuk
melamarnya.
Masih teringat saat perpisahan dulu. Airin menangis
dalam dekapanku.
Dia mengatakan, kalau dia mencintaiku.
Dia mengatakan, kalau dia akan merindukanku.
Dia mengatakan, kalau dia akan sabar menungguku.
Aku memeluknya....
Aku menciumnya....
Ciuman pertama kami, yang juga ternyata adalah
ciuman terakhir kami.
Tapi apa yang terjadi.
Dia menghianatiku dengan temanku sendiri.
Dia meninggalkanku dengan luka dihati.
Dia mengingkari janjinya kepadaku.
Itu menyakitiku ... sangat sakit.
Tapi, aku tidak pernah bisa membencinya.
Cintaku untuknya tetap terjaga hingga ia menutup
mata, dan mungkin hingga saat iini.
Silahkan Lihat Video di bawah ini untuk Melanjutkan Ceritanya.. ⬇️⬇️
https://youtu.be/Bmi0WTbS8YA
Part 12 Tentang Airin
Abi masuk ke dalam kamar.
Arini yang tadinya duduk di tepi ranjang langsung berdiri.
Matanya menatap cemas kearah Abi.
“Om!?”
Abi mendekati Arini yang sudah mandi. Mencium aroma wangi tubuh Arini.
“Wangi.... “ katanya sambil mengecup rambut basah Arini.
Arini mendongak menatap wajah Abi yang tubuhnya jauh lebih tinggi darinya. Abi menundukan wajahnya.
Tangannya menarik pinggang, dan tengkuk Arini Bibirnya melumat bibir Arini lembut. Satu tangan Arini melingkar di leher Abi, yang satu lagi mengelus punggung Abi.
Abi sudah lupa, kalau Mamah, dan Papahnya tengah
menunggu mereka di ruang tengah, bahkan pintu kakar
tidak tertutup dengan rapat. Sedang Arini tisak sempat
bertanya, apakah orang tua Abi sudah pulang, atau belum.
“Arini.... “ bisik Abi di telinga Arini.
“Om ... enghhh ... geli ... Om ... enghhh, Om.... “ Arini
bergidik, karena merasakan geli saat Abi menggigit-gigit
telinga, dan kulit lehernya.
Kriiuukk ... kriuukk....
Perut Arini berbunyi.
Abi mengangkat kepala, lalu melepaskan tangan dari
tubuh Arini.
“Kamu lapar?” Pertanyaan Abi membuat wajah Arini
memerah.
Silahkan Lihat Video di bawah ini untuk melanjutkan Ceritanya.. ⬇️⬇️
https://youtu.be/qF1avZeVoE0
Part 11 Katakan Cinta Padaku
“Mamah ... Papah,” gumam Abi.
Arini makin mengkerut di belakang punggung Abi.
“Abi, apa-apaan ini! Pantas saja kamu tidak mau Mamah nikahkan lagi, ternyata begini kelakuanmu, membawa wanita ke apartemenmu, berzinah di kamarmu, Mamah kecewa sama kamu!” Pekik Bu Anggun, Mamah Abi dengan sangat emosi.
“Kami tidak berzinah Mam,” sahut Abi.
“Tidak berzinah, lalu apa yang kamu lakukan tadi?
Kalau Mamah tidak datang, kalian pasti su.... “
“Dia istriku, Mamah, sah,” sahut Abi, sebelum
Mamahnya meneruskan kalimatnya.
‘Dan, kalau Mamah tidak datang kami pasti sudah memulai membuatkan cucu buat Mamah,’ sambung Abi di dalam hatinya.
“Istri ... sah ... apa maksudmu Abi?” Suara Bu Anggun
mulai diturunkan volumenya.
“Ayolah kita bicara di ruang tengah saja, tidak enak
bicara di sini dalam keadaan seperti ini, ayo Mam. Abi ajak
dia ke ruang tengah juga,” kata pak Bisma, ayah Abi sambil
meraih bahu istrinya.
Abi memutar tubuhnya menghadap ke arah Arini yang
masih berdiri dengan tubuh gemetar di belakangnya.
“Ayo, kita ke ruang tengah,” ajak Abi sambil menggenggam jemari Arini.
“Aku takut.”
“Jangan takut.”
“Bagaimana kalau kita disuruh pisah?” Tanya Arini
dengan air mata yang menggantung di pelupuk matanya.
“Kenapa berpikir seperti itu?”
“Mamah Om bilang tadi ingin menikahkan Om deng....“
“Psssttt ... jangan bicara yang tidak-tidak.”
Abi meletakan jarinya di atas bibir Arini.
Silahkan Lihat Video di Bawah ini untuk Melanjutkan Ceritanya ⬇️⬇️
https://youtu.be/YgPbkaRj1Zc
Part 10 Kepergok
Setelah sholat subuh.
“Aku masih mengantuk, masih capek, kita tidur lagi yuk.... “ ajak Abi.
“Kita?” Arini menatap Abi dengan mengerutkan keningnya.
“Keberatan kalau aku sebut kamu, dan aku itu kita?” Tanya Abi.
Kepala Arini menggeleng.
“Ayolah!” Abi menarik Arini untuk naik ke atas ranjang, lalu memeluk Arini erat. Abi memejamkan mata, begitu pula Arini. Entah berapa lama mereka tertidur.
Abi membuka matanya pelan.
Dipandang wajah Arini yang ternyata sudah bangun lebih dulu.
Cup....
Dikecup pipi Arini.
“Pagi Arini.”
“Sudah siang Om, sudah jam sembilan, Om tidak ke kantor?”
“Nanti agak siangan saja ke kantornya, aku masih capek.”
“Memangnya, Om kemaren kemana?”
“Banjarmasin.”
“Eeh ... ke Banjarmasin, ada apa?”
“Ada urusan pekerjaan.”
“Ooh.... “
Hening sesaat.
“Om.”
“Hmmm?”
“Buat Om, aku itu apa?”
“Eeh ... kok bertanya seperti itu, kenapa?”
“Iih, Om ditanya malah balik bertanya, menyebakan!” Arini memutar badannya untuk memunggungi Abi, tapi tubuhnya masih tetap dalam lingkaran tangan, dan kaki Abi.
Abi tertawa pelan.
“Ternyata kamu ngambekan ya,” goda Abi. Bibirnyamengecup rambut Arini.
Silahkan Lihat Video di bawah ini untuk Melanjutkan Ceritanya ⬇️⬇️
https://youtu.be/0c6fWifiN-M
Part 9 Berikan Aku Ciuman
Arini meraih ponselnya, ia membaca semua
pesan yang masuk dari ketiga sahabatnya, juga dari Fathan.
Rin, aku tidak tahu apakah suatu kebenaran apa yang dikatakan Om Abi, kalau dia adalah suamimu. Tapi, yang aku tahu dengan pasti Rin, tidak ada yang berubah pada hatiku.
Aku masih tetap mencintaimu, mengharapkanmu.
Entah kenapa ada keyakinan dalam hatiku, kalau pernikahan kalian, bukanlah pernikahan sebagaimana mestinya sebuah pernikahan yang didasari cinta.
Aku akan tetap berusaha mendapatkan cintamu Rin...Aku cinta kamu Rin... sangat mencintaimu.
Itu pesan dari Fathan Effendi.
Arini terdiam sesaat.
‘Kak Fathan, ingin... ingin sekali aku membalas cintamu,
andai aku bisa.
Tapi sayangnya, hatiku sudah terjerat pada
orang lain, maafkan aku, KakFathan,’ batin Arini.
Dibuka pesan dari sahabat-sahabatnya. Semua
menanyakan tentang kebenaran dari pengakuan Om Abi
semalam.
Apa benar Om Abi suami Arini?
Kenapa Arini tidak pernah bercerita?
Seperti apa sebenarnya pernikahan mereka?
Arini menghela nafas, tidak ada niat untuk membalas
pesan dari mereka. Diletakan ponsel di atas meja. Lalu ia
berjalan menuju lemari.
Arini mengambil satu kaos oblong
Abi dari dalam lemari.
Arini masuk ke dalam kamar mandi, ia mencuci
dalamannya, pikirnya biarlah hari ini pakai baju tanpa
dalaman, toh dia sendirian di sini.
Setelah mandi, Arini menghabiskan waktunya di depan televisi.
Silahkan Lihat Video di bawah ini untuk Melanjutkan Ceritanya.. ⬇️⬇️
https://youtu.be/s86cD1ihnqY
Part 8
Dipeluk Kamu
Arini terbangun, dilihat jam di atas meja 02.25.
Dilihat tempat di sebelahnya, masih utuh. Bantal, dan guling juga masih di tempatnya.
Arini bangun dari rebahnya, ia turun dari ranjang, lalu membuka pintu kamar.
Dilihatnya Abi tidur di sofa, sebelah kakinya jatuh ke lantai.
Satu tangan menutupi matanya, yang satu lagi ada di atas dada.
“Om, Om.... “ Arini berjongkok di sisi Abi, lalu menepuk lengan Abi.
Tangan yang menutupi mata Abi turun, mata Abi mengerjap.
“Enghh, ada apa?” Tanyanya dengan suara parau.
“Tidurnya pindah ke kamar, Om, pasti pegel tidur di sini.”
“Eeh, apa?”
“Tidurnya pindah kenkamar.”
“Kamu tidak takut sama, Om?” Abi bangun dari
berbaringnya.
“Takut?”
“Om ini, laki-laki normal Arini.”
“Oh ya, senormal apa, Om?”
“Eeh, apa maksudmu?” Abi menatap lekat wajah Arini.
Arini duduk di sebelahnya, kaos nya terangkat, hingga paha mulusnya terlihat jelas.
“Jangan menggoda Om, Arini,” Kata Abi pelan.
“Aku tidak menggoda, Om.
Aku hanya kasian, Om tidur
di sofa, sedang ranjang cukup besar untuk kita berdua,”
jawab Arini.
“Kembali saja ke kamarmu, tidak apa Om tidur di sini.”
“Terserah Om saja, pintu kamar tidak aku kunci, Om
bisa masuk, dan tidur di ranjang kalau Om mau.”
Arini berdiri lalu melangkah kembali ke kamar.
Silahkan Lihat Video di bawah ini untuk Melanjutkan Ceritanya ⬇️⬇️
https://youtu.be/zRYyqCgZXAI
Part 7
Gadis Kecil
Arini masuk ke dalam mobil, ia duduk diam
menunggu Abi yang memutari mobil, Abi masuk ke dalam mobil.
Abi menunggu Arini memasang safety beltnya, tapi Arini diam saja.
Abi terpaksa mencondongkan badan, untuk
memasangkan safety belt Arini.
Arini terjengkit kaget sesaat, kemudian diam dengan pandangan ke luar jendela.
“Apa yang sebenarnya terjadi di dalam tadi Arini?” Abi bertanya, sesaat setelah mobil ia bawa ke luar dari parkiran cafe.
Arini menatap Abi sesaat.
“Ada yang mabuk, lalu berkelahi, aku tidak tahu apa yang mereka ributkan,” jawab Arini pelan.
“Kenapa kamu sampai jatuh di lantai?”
“Karena mereka berkelahi tepat di dekatku, jadi aku berusaha melerai, tapi aku malah terdorong jatuh, karena
mereka saling pukul.”
Abi menarik nafas dalam.
“Hhhh ... sebaiknya, jangan pernah lagi datang ke
acara seperti itu Arini.”
Arini menganggukan kepala.
“Ya Om,” sahut Arini.
“Satu lagi, jauhi Fathan!” Suara Abi terdengar tajam.
Arini menatap Abi.
“Dia yang pasti akan menjauhiku Om, bukan cuma dia,
mungkin semua laki-laki di kampus tidak ada lagi yang berani
mendekatiku.
Karena Om dengan jelas sudah mengatakan kalau Om itu, suamiku.... “ kata Arini pelan.
Abi terdiam mendengar ucapan Arini.
“Maafkan Om, Arini, kamu masih boleh memilih lelaki
mana saja untuk kamu cintai, tapi jangan Fathan.”
Mendengar kata-kata Abi, justru membuat Arini jadi
penasaran.
“Bagaimana jika Fathan, lelaki pilihanku?” Tanya Arini
menantang.
Tanpa diduga, Abi menghentikan mobilnya di tepi jalan.
Silahkan Lihat Vidoe di bawah ini Untuk Melanjutkan Ceritanya ⬇️⬇️
https://youtu.be/EQY9OPIBjpg
Part 6
Terbukanya Rahasia
Arini setengah berlari menuruni tangga. Takut Abi menunggunya terlalu lama di meja makan untuk sarapan.
Tapi tidak ada siapa-siapa di ruang makan.
Di atas mejapun hanya ada satu piring nasi goreng, dan satu gelas air putih.
“Om Abi mana, Bik?”
“Mas Abi tadi malam kembali ke apartemennya, Non,” jawab Bibik.“Keapartemen..tadi malam?jam berapa?”.“Jam dua belasan non”jawab bibik.“Oh.... “ Arini ber ‘oooh’ panjang untuk menutupi rasa kecewanya.Kecewa karena apa, Arini juga tidak tahu, yang jelas ia jadi tidak selera sarapan.Arini akhirnya pergi kuliah tanpa menghabiskan sarapannya.Ia memarkir motor maticnya diparkiran kampus. Tiga sahabatnya berjalan mendekatinya. “Rin!” Panggil Ina, sedikit ragu, takut Arini tidak perduli lagi pada mereka, karena Arini tidak membalas pesan yang mereka kirimkan. “Hayy, pagi semua,” sapa Arini ceria. “Kamu tudak marah lagi, Rin?” Ina menatap wajah Arini yang sedang mengukir senyum di bibirnya.Arini menggelengkan kepala, sebagai jawaban atas pertanyaan Ina. “Kalian sahabat terbaikku, aku percaya dengan kalian,” jawab Arini. “Terima kasih ya Allah, kami sudah takut kamu marah,” kata Lisa. Mereka berempat berpelukan. “Jangan sampai persahabatan kita putus ya, kita sudah dari satu SMP bersahabat, dan semoga kita konpak selalu, aamiin.... “ doa Ina, di aamini tiga sahabatnya. “Rini!” Suara Fathan terdengar memanggil Arini dari belakang mereka.
Silahkan Lihat Video di bawah ini untuk Melanjutkan Ceritanya ⬇️⬇️
Part 5 My First Kiss
Usai berolah raga, Arini, dan Abi duduk di bawah pohon, dengan masing-masing menghadapi satu mangkok bubur ayam di hadapannya.“Sudah lama dekat sama dia?” Tanya Abi tiba-tiba.“Dia, siapa?” Arini balik bertanya karena bingung.“Pacarmu, siapa namanya, Om lupa.”“Ooh Fathan, Fathan Effendi.”“Ya Fathan, sudah lama dekat?” Tanya Abi lagi.“Dari mulai masuk kuliah,” jawab Arini, tanpa berusaha meralat, saat Abi menyebut Fathan sebagai pacarnya.“Hmmm ... Om cuma ingin mengingatkan, agar kamu bisa menjaga dirimu, dan kehormatanmu sebagai wanita. Kamu boleh pacaran dengan lelaki manapun yang kamu suka, Om tidak akan melarang, tapi ingat pesan Om itu ya. Karena, Om berhutang janji untuk menjagamu pada Airin, Mamahmu.” Abi bicara pelan, tatapannya jauh ke depan. Arini tidak dapat menahan diri, untuk tidak menatap Abi saat mendengar getaran disuara Abi, saat Abi menyebut nama mamahnya. ‘Apakah om Abi begitu mencintai mamah, sampai ia tidak bisa mencintai wanita lain. “Kenapa?” Tanya Abi yang merasa Arini menatapnya tak berkedip. Arini tergeragap, lalu menggeleng. “Nikmati saja hidupmu sebagaimana gadis seusiamu Arini, kamu tidak perlu merasa terbebani dengan statusmu sebagai istriku.Aku akan tetap memegang janjiku, kamu boleh memilih lelaki mana yang ingin kamu nikahi nanti. Bila saat itu tiba, aku akan melepaskan ikatan kita.” Ucap Abi pelan, nyaris berbisik. Arini ingin menangis, tapi tidak tahu kenapa. “Om akan menjagamu sampai waktu itu tiba,” kata Abi lagi.
Silahkan Lihat Video di bawah ini untuk Melanjukan Ceritanya ⬇️⬇️https://youtu.be/FhaGBNrNJGo
Part 4 Pertengkaran
Sore ini, Arini sudah ada janji bertemu di mall dengan ketiga sahabatnya.
Mereka mau shopping, makan, dan nonton.
Sebenarnya tidak shopping, tapi cuma lihat-lihat saja.
Mereka asik melihat-lihat pakaian, ketika tiba-tiba Lisa menunjuk ke suatu arah.
“Eeh, itu Om Abi, itu perempuan yang kemaren bukan ya?” Lisa menatap Abi, dan Anggerk.
Serempak tiga temannya melihat ke arah yang ditunjuk Lisa.
“Om Abi, uuhh ... itukan perempuan yang kemaren,” kata Riri.
“Iya benar,” sahut Ina.
Hanya Arini yang diam tak bersuara.
“Duuuhhh, enaknya gelendotan di tangan kekarnya Om Abi,” kata Riri.
“Apanya ya tuh perempuan, selingkuhannya, atau simpanannya, atau apa ya?” Lisa menatap, seakan tanpa berkedip.
“Aduuhhh kalian ini, sudah jangan dipikirin, yuuk kita nonton saja sekarang!” Ina menarik lengan Lisa, dan Riri.
Arini mengikuti saja langkah ketiga sahabatnya.
Baru saja Arini menjatuhkan pantatnya di kursi bioskop.
“Arini,” suara yang sangat dikenalnya memanggil namanya.
“Kak Fathan.... “ desis Arini.
Arini menatap marah pada sahabat-sahabatnya.
Arini yakin pasti mereka sudah mengatur semua ini.
Arini langsung ke luar, tidak perduli panggilan ketiga sahabatnya.
“Arini, tunggu! Aku ingin bicara,” Fathan menahan lengan Arini saat mereka sudah berada di luar.
Beberapa pasang mata memperhatikan mereka.
Silahkan klik video di bawah ini untuk melanjutkan Ceritanya ⬇️⬇️